Rencana Pengenaan Cukai Minuman Berpemanis, Bagaimana Urgensinya?
- Salsabila Annisa
- 18 Apr 2023
- 2 menit membaca

Kabar adanya BKC (Barang Kena Cukai) baru berupa Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) kembali menjadi isu hangat yang menyasar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Saat ini di Indonesia, BKC hanya terdiri atas etil alkohol, minuman mengandung etil alkohol, serta hasil tembakau.
Kajian terkait cukai minuman berpemanis sebenarnya telah banyak digagas sejak beberapa tahun silam, tetapi rancangan penambahan BKC minuman berpemanis pertama kalinya ditargetkan pada APBN 2022 melalui Perpres 98/2022.
Berbeda dari pungutan pajak pada umumnya, cukai memiliki karakteristik khusus dalam hal pengenaannya. Pengenaan cukai mesti dikenakan atas barang-barang selektif, ditujukan untuk mendistorsi karena fungsi pengaturan, serta adanya pengawasan fisik atas BKC yang beredar seperti melalui penggunaan pita cukai.
Merujuk pada karakteristik keduaākeberadaan cukai sengaja untuk mendistorsi karena fungsi pengaturanāpenetapan cukai berkaitan dengan adanya dampak negatif yang ditimbulkan dari barang-barang kena cukai dalam jumlah besar. Hal ini seringkali disebut sebagai eksternalitas negatif. Hal ini lah yang menjadi dasar dari adanya rencana penetapan cukai minuman berpemanis sebagai BKC yang baru.
WHO menyebutkan bahwa risiko penyakit yang berasal dari konsumsi produk bergula tinggi sama berbahayanya dengan konsumsi produk tembakau dan minuman beralkohol. Begitu juga dengan desakan yang disampaikan oleh BPJS Kesehatan, penetapan cukai minuman manis sebagai BKC yang baru dibutuhkan untuk menurunkan prevalensi penyakit diabetes yang cukup marak di kalangan usia anak hingga remaja, di mana telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Pada mulanya, pengenaan cukai minuman berpemanis akan mulai berlaku sejak tahun 2022. Namun, mengingat kondisi pemulihan ekonomi Indonesia pascapandemi, DJBC menunda program tersebut hingga direncanakan akan berlaku pada tahun 2023. Tentu, adanya penambahan minuman berpemanis sebagai BKC baru menimbulkan pro-kontra di kalangan masyarakat. Bagi para pengusaha minuman manis, hal ini jelas akan memberatkan mereka karena akan berpengaruh pada kenaikan harga produk.
Di sisi lainnya, rancangan cukai minuman berpemanis disambut baik oleh sebagian kalangan dengan dasar pro pada aspek kesehatan. Dengan harapan, adanya kontrol pada produk yang mengandung gula, risiko-risiko penyakit seperti diabetes dan obesitas dapat teratasi.
Oleh karena kebijakan ini belum dilakukan āketok paluā, rancangan pengenaan cukai minuman berpemanis dapat diteliti lebih dalam. Apakah cukai ini akan dikenakan untuk semua produksi minuman berpemanis atau ada pengecualian lainnya seperti threshold bagi Pengusaha Kena Pajak sehingga tidak serta merta dikenakan cukai ini.
Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana pemerintah dapat mengakomodir tujuan terkait kesehatan dengan kepentingan pengusaha, di mana kebijakan ini tetap menjadi win-win solution bagi kedua pihak tersebut.
Comments